Rabu, 12 Desember 2012

Metodologi Pembelajaran Nilai Keagamaan di Keluarga



Metodologi pengajaran merupakan salah satu komponen penting yang perlu mendapatkan perhatian dalam pembelajaran pendidikan nilai-nilai keagamaan di keluarga. Upaya pendidikan Islam di keluarga tidak hanya tertuju pada pengawetan, pelestarian dan pengalihan ajaran semata, akan tetapi lebih ditunjukan pada ikhtiar pengembangan sikap beragama atau berubah sikap peserta didik menjadi agamawan bukan para ahli dalam bidang agama. Oleh sebab itu pembelajarannya harus kaya dengan metodologi, model, dan pendekatan (Rahmat dkk., 2008:176).
Rahmat dkk. (2008 : 177) berpendapat bahwa upaya pertama yang bisa dilakukan orang tua dalam konteks pembelajaran nilai agama di masyarakat adalah “keteladanan” dalam beragama, seperti menunjukkan ketaatan dalam beribadah. Cara kedua adalah dengan mengaitkan segala aspek kehidupan dengan Al-Qur’an. Abdurrahman An-Nahlawi, guru besar Fakultas Tarbiyah di Mesir menyajikan sejumlah model mengajar Qurani yang perlu dikembangkan lebih lanjut. Model mengajar yang dimaksudkan adalah kisah Qurani, targhib-tarhib, hiwar, ‘ibra wa mau ‘idzah, hasanah, dan riyadan. Adapun metode yang umumnya dikembangkan di keluarga adalah kisah Qurani.

Secara istilah atau terminologis, kisah Qurani adalah pemberitaan Al-Qur’an tentang ummat yang telah lalu, nubuat (kenabian)yang terdahulu, dan peristiwa yang telah terjadi. Al-Qur’an banyak mengandung keterangan kejadian masa lalu, menyangkut sejarah bangsa-bangsa, keadaan negeri-negeri, dan peninggalan atau jejak setiap umat. Al-Qur’an menceritakan keberadaan mereka dengan cara yang menarik dan mempesona serta bahasanya yang indah dan mudah dicerna (Rahmat dkk., 2008 : 179).
Tujuan spesifik dari kisah Qurani dapat dirumuskan sebagai berikut: a) untuk memberikan argumentasi yang kuat kepada manusia bahwa Al-Qur’an bukanlah karya manusia tapi merupakan firman Allah yang diwahyukan kepada nabi Muhammad SAW, b) untuk meluruskan informasi yang salah tentang peristiwa peristiwa yang sebenarnya terjadi di zaman dahulu yang dipahami dan diyakini secara keliru khususnya oleh orang orang Yahudi dan Nasrani, c) untuk memberikan bukti akan kerasulan Nabi Muhammad SAW yang sudah dipersiapkan Allah jauh sebelumnya seperti dinyatakan olehNabi Isa AS (Qs. 61: 6), d) memberikan argumentasi yang benar dan rasional tentang konsep ketuhanan seperti dalam kisah Nabi Ibrahim As, e) menjelaskan bahwa secara keseluruhan ajaran yang dibawa oleh para rasul sebelum Nabi Muhammad SAW adalah ajaran islam dan menjelaskakan bahwa umat islam itu merupakan umat yang satu, f) untuk memberikan motivasi kepada para pembela dan risalah Allah dengan menjelaskan bahwa Al-Haq itu selalu menang karena Allah selalu melindungi para pembawa risalah-Nya, g) untuk memperingatkan kepada manusia akan adanya bahaya penyesatan oleh syaitan dan memperlihatkan akan adanya permusuhan yang abadi antara manusia dengan syaitan sejak Nabi Adam As, h) memberikan informasi tentang hari akhirat dan  berbagai peristiwa yang pastikan terjadi terhadap diri manusia sesuai dengan amal perbuatannya masing masing dengan informasi ini diharapkan muncul rasa takut kepada Allah dalam rangka mendidik rasa khusyu tunduk patuh dan jiwa ketuhanan lainnya.
Cerita dalam Al-Qur’an mengandung berbagai informasi tentang peristiwa sejarah baik mengenai kehidupan para nabi, orang-orang shaleh, orang-orang yang durhaka, ataupun peristiwa-peristiwa lainnya yang berkenaan dengan sejarah dan perkembangan kehidupan manusia yang sangat penting untuk diketahui.
Peristiwa-peristiwa dalam Al-Qur’an tidak tersusun secara kronologis, namun merupakan penggalan-penggalan yang berserakan pada berbagai surat. Kenyataan ini dimaksud untuk menjustifikasi suatu nilai tertentu atau suatu informasi agar menarik perhatian penbaca.
Salah satu contoh kisah tentang peristiwa penciptaan Nabi Adam As. Pertama dimuat dalam surat Al-Baqarah 30-39, kemudian dalam surat Al-Hijr 28-40. Kisah Nabi Ibrahim As mencari tuhan dimuat dalam surat Al-An’am 74-78, debat ketuhanan dengan kaumnya danayah (paman)nya dimuat dalam surat Al-Anbiya 51-67, dalam surat Maryam 41-45, Ash Shafat 101-111; kemudian peristiwa Nabi Musa As dimuat dalam surat A-Qashaash 7-35, surat Thaha 57-73, 85-97, Al Maidah 21-26, dan dalam banyak surat lainnya, kisah orang saleh seperti Luqmanul Hakim dalam surat Luqman 12-19, kisah orang yang dzalim seperti Qarun dimuat dalam surat Al-Qashas 76-82).
Diantara kisah para nabi yang paling terinci dan dimuat dalam sebuah surat secara khusus, yaitu kisah Nabi Yusuf As yang dimuat dalam surat Yusuf. Hampir  seluruh ayat dari surat ini menceritakan tentang perjalanan Nabi Yusuf, mulai ayat 4-101 sebaliknya, walau dinamai surat Ibrahim, namun didalamnya tidak banyak menceritakan tentang kehidupan Nabi Ibrahim As.
Dari kisah kisah Al Qur’an itu mengandung pelajaran bagi kehidupan manusia sekaligus menjadi bahan metoda mengajar dalam suatu proses pendidikan, sebagai mana disebutkan dalam surat Yusuf ayat 111: “sesungguhnya pada kisah kisah para nabi itu terdapat pengajaran bagi orang orang yang mempunyai akal”.
Dari uraian diatas kiranya cukup jelas, bahwa metode kisah Qurani adalah sebuah metode untuk menanamkan nilai-nilai luhur ajaran Islam melalui kisah-kisah yang terdapat dalam Al-Qur’an. Agar tidak terjebak dengan kisah-kisah yang biasa ditulis oleh para penulis kisah, atau penulis sejarah Islam. Dengan demikian, bahwa kisah Qurani tidak pernah menguraikan suatu kisah seorang tokoh atau suatu peristiwa secara lengkap dan berkesinambungan. Kisah-kisah dalam Al-Qur’an hampir semuanya terputus-putus dalam berbagai surat dan ayat. Metode kisah Qurani menyajikan suatu pengajaran Islam melalui satu cuplikan kisah dalam suatu surat Al-Qur’an untuk kemudian dibedah atau dianalisis nilai-nilai apa saja yang terdapat dalam cuplikan kisah tersebut. Tapi untuk membantu pengajaran, orang tua seyogianya menguasai keseluruhan alur kisah.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar